HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU
4.1 Menjelaskan isi Q.S Al-Isra / 17:23-24
Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(Qs. Al Israa’ [17]:23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”
(Qs. Al Israa’ [17]:24)
Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai
pendidikan berkarakter. Definisi dari karakter adalah satu kesatuan yang
membedakan satu dengan yang lain atau dengan kata lain karakter adalah kekuatan
moral yang memiliki sinonim berupa moral, budipekerti, adab, sopan santun dan
akhlak. Akhlak dan adab sumbernya adalah wahyu yakni berupa Al-Qur’an dan
Sunah. Sedangkan budi pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah
filsafat. Kembali kepada pengertian dari Surah Al-Isra ayat 23 disebutkan bahwa
yang pertama Allah memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk menyembah Dia
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.yang kedua, kita harus berbakti
kepada orang tua. Lalu pada ayat 24 disebutkan bahwa anak hendaknya mendoakan
kedua orang tuanya. Ulama menegaskan bahwa doa kepada kedua orang tua yang
dianjurkan adalah bagi yang muslim, baik yang masih hidup atau telah meninggal.
Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama islam telah meninggal, maka
terlarang bagi anak untuk mendoakannya. Dari penjelasan di atas sangat jelas
bahwa ketika kita menghargai dan menyayangi orang tua kita dengan baik maka
akan menumbuhkan akhlak serta moral yang baik pula bagi anak sedangkan jikalau
kita acuh maka akan timbuh akhlak dan moral yang tidak baik. Dengan kata lain,
hal ini sangat berpengaruh dalam pendidikan karakter. Antara orangtua sebagai
pendidik dan anak. Segala sesuatu yang diajarkan dengan baik pada mulanya akan
menanamkan karakter yang baik pula pada anak. Untuk itu berbakti kepada orang
tua merupakan suatu cara yang harus dilakukan.
4.2 Menjelaskan isi hadis-hadis yang
terkait dengan hormat dan patuh kepad orang tua dan guru
1. Hadis Abdullah ibnu Umar
tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.
عَنْ عَبْدُ الله بن عَمْرٍو رضي الله عنهما قال قال
رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: رِضَى اللهُ فى رِضَى الوَالِدَيْنِ و سَخَطُ الله
فى سَخَطُ الوَالِدَيْنِ ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم)
Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash
r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “ Keridhoaan Allah itu terletak pada
keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murka orang tua”. (
H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)[1][1]
1. Hadis Abu Hurairah
tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
عَنْ اَبِي هُرَيرَةَ رضي الله عنه قال جَاءَ رَجُلٌ الى
رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فقال يَا رسولَ الله مَنْ اَحَقًّ النّاسِ بِحُسْنِ
صَحَابَتِي؟ قال: اُمُّك قال: ثُمَّ مَنْ؟ قال: ثُمَّ اُمُّك قال: ثم من؟ قال :ثم
امُّك قال: ثم من؟ قال : ثم اَبُوْكَ (اخرجه البخاري)
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia
berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu
bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku pergauli dengan baik?”
Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “ Ibumu!”,
lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu bertanya:
kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]
1. Hadis Abdullah bin
Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
عَبْدُ الله بن مَسْعُودٍ قال سَاَ لْتُ النَّبِيَّ صلى
الله عليه وسلم ايُّ الْعَمَلِ اَحَبُّ الى الله قال: الصَّلَاةُ على وَقْتِهَا
قال: ثم اي قال:ثُمَّ بِرُّ الْوَالْدَيْنِ قال: ثم اي قال: الجِهَادُ فى سَبِيْلِ
الله ( اخرجه البخاري و مسلم)
Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a.
ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw: amal apakah yang paling disukai
oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada waktunya. “ saya bertanya
lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada kedua orang tua.
“ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berjihad(berjuang) di
jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]
1. Hadis Al-Mughirah bin
Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada ibu, menolak kewajiban,
meminta yang bukan haknya.
عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى الله عليه وسلم : ان
الله حرم عليكم عقوق الامهات ووأد البنات ومنع وهات وكره لكم قيل وقال وكثرة
السؤال واضاعة المال (اخرجه البخاري)
Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a.
ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian
durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur
hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara,
banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]
1. Hadis Abdullah ibnu Umar
tentang dosa-dosa besar.
عن عبد الله بن عمر ورضى الله عنهما قال : قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل والديه . قيل رسول الله.و
كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل: يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب
( أخر جه امام بخاري)
Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin
al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “ diantara dosa-dosa besar
yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat bertanya: “ Wahai
Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?” Beliau
menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu
membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki
ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]
4.3 Menunjukkan contoh perilaku yang
mencerminkan hormat dan patuh kepada orang tua dan guru
PEMBAHASAN
A. Birrul Walidain
1. Pengertian Birrul
Walidain
Istilah Birrul Walidain terdiri dari
kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya
kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu
bapak. Jadi, Birrul Walidain adalah berbuat kebajikan terhadap
kedua orang tua.
2. Kedudukan Birrul
Walidain
Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang
istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada
posisi yang sangat istimewa, sehingga berbuat baik pada keduanya juga menempati
posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati
posisi yang sangat hina. Karena mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar
sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar
jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan
mendidik anaknya. Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung tapi dia
berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan
mendidik anaknya, sehingga mempu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak
terbatas.
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis
saja, kalau si anak dituntut untuk berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan
dilarang untuk mendurhakainya.[1][6]
3. Bentuk-Bentuk Birrul
Walidain
Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:
1. Taat dan patuh terhadap
perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat, dan
perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila
kita disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus
dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.
2. Senantiasa berbuat baik
terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah
laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.[1][7]
3. Mengikuti keinginan dan
saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan,
pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu
sesuai dengan ajaran Islam.
4. Membantu Ibu Bapak
secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri
sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan
rumah.
5. Mendoakan Ibu Bapak
semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan
akhirta.
6. Menjaga kehormatan dan
nama baik mereka.
7. Menjaga, merawat ketika
mereka sakit, tua dan pikun.
8. Setelah orang tua
meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan cara antara lain:
–
Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya
–
Melunasi semua hutang-hutangnya
–
Melaksanakan wasiatnya
–
Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup
–
Memuliakan sahabat-sahabatnya
–
Mendoakannya.
4. Doa Anak untuk Orang Tua
Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya
dapat mengambil contoh dari ayat suci Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika
mengajukan permohonan kepada Allah Swt agar dapat lah kiranya Allah memberi
ampunan pada kedua orang tuanya dari dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41
41. Ya Tuhan Kami, beri
ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari
terjadinya hisab (hari kiamat)”.
Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24
24. dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil”.
1. ‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua.
Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt,
sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia ini. Hal ini mengingat betapa
istimewanya kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam dan juga mengingat
betapa besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa
diganti dengan apapun.
Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua
bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhaka di dalam hati,
mengomel, mengatakan “ah” ( uffin, berkata kasar, menghardik, tidak
menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam tindakan
lain yang mengecewakan atau bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S.
A-Israa:23 di ungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua
yaitu, mengucapkan kata “uffin” dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua
orang tua sudah berusia lanjut)
Akhlak Kepada Guru
·
Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk
menjadi lebih baik sebagaimana yang diridhoi Alloh ‘azza wa jalla.
Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi
perintah para guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at
agama.
·
Di antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau
mencaci-maki guru, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
·
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak
memuliakan orang yang lebih tua dan tidak menyayangi orang yang lebih muda.” (
HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )
·
Di antara akhlaq kepada guru adalah mendatangi tempat belajar dengan ikhlas
dan penuh semangat, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
·
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ
طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu
padanya, Alloh mudahkan baginya dengannya jalan menuju syurga.” ( HR. Ahmad,
Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah )
·
Di antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan
penampilan yang rapi, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
·
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada
keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim dan Al-Hakim )
·
Di antara akhlaq kepada guru yaitu diam memperhatikan ketika guru sedang
menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :
·
وَ سَكَتَ النَّاسُ كَأَنَّ عَلَى رُءُوسِهِمْ الطَّيْرَ
“Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas
kepala mereka.” ( HR. Al-Bukhori )
·
Imam Sufyan Ats-Tsauri rohimahullohberkata : “Bila kamu melihat
ada anak muda yang bercakap-cakap padahal sang guru sedang menyampaikan ilmu,
maka berputus-asalah dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya.”( AR.
Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ilas-Sunan )
·
Di antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada sesuatu
yang belum dia mengerti dengan cara baik. Alloh berfirman :
·
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Bertanyalah kepada ahli dzikr ( yakni para ulama )
bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-Nahl : 43 dan Al-Anbiya’ : 7 )
·
Rosululloh saw bersabda :
·
أَلاَ سَأَلُوْا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ?
Bukankah obat dari ketidaktahuan adalah bertanya ?” ( HSR. Abu Dawud )
·
Dan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar
mengolok-olok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu
Alloh berfirman :
·
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَسْأَلُوْا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ
لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
menanyakan sesuatu yang bila dijawab niscaya akan menyusahkan kalian.” ( Qs.
Al-Maidah : 101 )
·
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
·
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِيْنَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ
يُحَرَّمْ فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
“Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya
adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas
menjadi diharamkan lantaran pertanyaannya itu.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori dan
Muslim )
·
Ketika bertanya mestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang bagus.
Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang
bagus menunjukkan separuh dari kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam
Al-Jami’ )
·
Di antara akhlaq kepada guru adalah menegur guru bila melakukan kesalahan
dengan cara yang penuh hormat, sebagaimana sabda Rosululloh :
·
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ , قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ لِلَّهِ وَ لِكِتَابِهِ
وَ لِرَسُولِهِ وَ لأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَ عَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya :
“Untuk siapa ?” Beliau menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan
Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya untuk para pemimpin kaum muslimin dan untuk
orang-orang umum.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dll )
1. Akhlak terhadap orang
tua menurut etika :
Orang tua adalah oran
yang telah merawat kita, menjaga, memelihara, dan mendidik kita sejak kecil
hingga kita menjadi dewasa. Mereka melakukannya secara sunguh-sungguh dan penuh
kasih sayang demi mengharapkan kehidupan kita yang lebih baik. Bahkan orang tua
dengan susah payah bekerja mencari nafkah untuk membahagiakan kita.
Sedemikian besar peran orang tua dalam hidup kita,
sehingga sudah sepantasnya kita sebagai orang yang berpengetahuan haruslah
menjaga etika kita terhadap orang tua. Diantara bentuk-bentuk perbuatan kita
yang sesuai dengan etika adalah :
1. Selalu taat kepada
keduanya dan menjalankan segala perintahnya, asalkan perintah itu tidak
bertentangan dengan ajaran agama dan tidak melanggar hukum yang berlaku di
suatu tempat. Meskipun orang tua kita berbuat aniaya kepada kita, tetaplah kita
tidak boleh menyinggung perasaan mereka ataupun membalas perbuatan yang mereka
terhadap kita. Baik bagaimanapun mereka tetaplah orang tua kita yang telah
merawat kita semenjak kita kecil.
Menurut ukuran umum, orang tua tidak akan berbuat
aniaya kepada anaknya sendiri. Jikalau terjadi aniaya, biasanya disebabkan oleh
perbuatan si anak yang berbuat keterlaluan kepada orang tua.
2. Jika hendak pergi
hendaklah meminta izin kepada keduanya. Apabila tidak diizinkan kita harus
menerimanya dengan lapang dada.
3. Berbicaralah dengan lemah
lembut, bermuka manis, dan berseri-seri. Janganlah meninggikan suara ketika
berbicara kepada orang tua dan jangan pula menggunakan kata-kata yang kasar
kepada keduanya.
4. Perhatikan
nasihat-nasihat orang tua dan janganlah memotong pembicaraannya.
5. Membantu pekerjaan orang
tua dengan sekuat tenaga, terutama jika orang tua sudah berusaha lanjut.
6. Selalu bersikap baik dan
sopan santun baik dalam perbuatan maupun perkataan.
7. Selalu menyambung
silaturahim kepada keduanya meskipun kita dalam perantauan ataupun kita sudah
memiliki keluarga sendiri, selalu menepati janji kita, dan menghormati
sahabat-sahabat orang tua dengan baik.
8. Selalu mendoakan orang
tua agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah swt.
Sementara itu menurut imam al-Ghazali, etika anak
terhadap orang tuanya adalah sebagai berikut:
1. Mendengarkan
pembicaraannya.
2. Melaksanakan
perintahnya.
3. Tidak berjalan di
depannya.
4. Tidak mengeraskan suara
ketika berbicara kepadanya.
5. Menjawab panggilannya.
6. Berkemauan keras
menyenangkan hatinya.
7. Menundukkan badannya.
8. Tidak mengungkit
kebaikan kita terhadap mereka.
9. Tidak memandang dengan
mata melotot dan tidak menatap matanya.
Itulah sebagian kecil bentuk akhlak anak terhadap
orang tua menurut etika
1. Akhlak Kepada Guru
Menurut Etika
Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut
ilmu kepada seorang guru. Demi untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan
mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang telah diperoleh dari seorang guru, maka
seorang murid haruslah memiliki akhlak atau etika yang benar terhadap gurunya.
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim),
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Seorang murid hendaklah
hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2. Seorang murid hendaklah
memberi salam terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap atau berjumpa dengan
beliau.
3. Seorang murid hendaklah
memandang gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa gurunya itu memiliki
derajat kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk mengambil manfaat
dari beliau.
4. Seorang murid hendaklah
mengetahui dan memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya dan tidak
melupakan jasanya.
5. Seorang murid hendaklah
bersikap sabar jika menghadapi seorang guru yang memiliki perangai kasar dan
keras.
6. Seorang murid hendaklah
duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang, merendahkan diri, hormat sambil
mendengarkan, memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan oleh gurunya.
Jangan duduk sambil menengok kanan kiri kecuali untuk
suatu kepentingan.
7. Seorang murid hendaklah
ketika mengadap gurunya dalam keadaan sempurna dengan badan dan pakaian yang
bersih.
8. Seorang murid hendaklah
jangan banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan hal-hal yang tidak
berguna.
9. Seorang murid hendaklah
jangan bertanya dengan tujuan untuk mengujinya dan menampakkan kepandaian
kepada guru.
10. Seorang murid hendaklah
jangan bersenda gurau di hadapan guru
11. Seorang murid hendaklah
jangan menanyakan masalah kepada orang lain ditengah majlis guru.
12. Seorang murid hendaknya
tidak banyak bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak berguna
13. Jika guru berdiri,
Seorang murid hendaklah ikut berdiri sebagai penghormatan kepada beliau.
14. Seorang murid hendaklah
tidak bertanya suatu persoalan kepada guru ketika sedang di tengah jalan.
15. Seorang murid hendaklah
tidak menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal yang tidak berguna.
16. Seorang murid hendaklah
tidak berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan oleh guru ( guru lebih
mengetahui tentang apa yang dikerjakannya).
17. Seorang murid hendaklah
tidak mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama.
18. Ketika guru sedang
memberi penjelasan/ berbicara hendaklah murid tidak memotong pembicaraannya.
Kalaupun ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya menunggu hingga beliau
selesai berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan atau tanggapan
disampaikan dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.
19. Apabila ingin menghadap
atau bertemu untuk sesuatu hal maka sebaiknya murid memberi konfirmasi terlebih
dahulu kepada guru dengan menelphon atau mengirim pesan, untuk memastikan
kesanggupannya dan agar guru tidak merasa terganggu.
20. Murid haruslah berkata
jujur apabila guru menanyakan suatu hal kepadanya.
21. Seorang murid hendaklah
menyempatkan diri untuk bersilaturahim ke rumah guru di waktu-waktu tertentu,
sebagai bentuk rasa saying kita terhadap beliau.
22. Meskipun sudah tidak
dibimbing lagi oleh beliau ( karena sudah lulus) murid hendaklah tetap selalu
mengingat jasanya dan tetap terus mendoakan kebaikan –kebaikan atas mereka.
Bagaimanapun juga guru merupakan orang tua kedua kita
setelah orang tua kita yang di rumah. Mereka adalah orang tua kita saat kita
berada di luar rumah. Jadi sebagaiman kita menghormati orang tua kandung kita,
maka kitapun juga harus menghormati guru kita.
Sebagaimana disyiratkan dalam sabda Rasulullah SAW :
“Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati
orang yang lebih tua dari kami, tidak mengasihi orang yang lebih kecil dari
kami dan tidak mengetahui hak orang alim dari kami.” (HR.Ahmad, Thabrani, dan
Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)
“Pelajarilah oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian
ilmu(yang dapat menumbuhkan) ketenangan, kehormatan, dan rendahkanlah dirimu
terhadap orang yang kalian menuntut ilmu darinya.” (HR. Thabrani dari Abu
Hurairah. Ra)
1. Kedudukan Guru
“ Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung “. Sebab,
Ibu Bapak itu mendewasakan dari segi jasmani yang bersifat material, sedangkan
Bapak/Ibu Guru mendewasakan dari segi rohani yang bersifat spiritual dan
universal.
Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau Mua’lim, Mursyid,
selain mengantarkan kita menjadi orang yang beramal sholih, mereka termasuk
pewaris Nabi-Nabi, justru merekalah penyalur pusaka dalam menjalankansyari’at,
akhlak, aqidah, dan mereka pula contoh yang terdekat dengan kita. Berkaitan
dengan hal tersebut, Nabi bersabda :
Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR.
al-Tirmizi dan Abu Daud).
Sehubungan dengan hadist tersebut, maka kita
diperintahkan untuk menghormati para Ulama, meski bukan Guru kita. Begitupula
dengan para Da’I dan Muballigh selaku penyalur risalah kenabian, yang kini
disebut Da’wah atau Kulyah Agama. Adapun Ulama yang sebenarnya adalah yang
berilmu, dan beramal dengan ilmunya itu, serta ilmudan amalanya tersebut sesuai
dengan Al-Qur’an dan Hadist.
"Kasih ibu Kepada Anak Sepanjang Masa, Kasih Anak Kepada Ibu Sepanjang Galah."